NU Berpendapat :
Sifat Allah itu terbagi dalam beberapa bagian. Ada yang sifat wajib bagi Allah, sifat mustahil bagi Allah, dan jaiz bagi Allah. Secara singkat sebagai berikut:
Sifat yang wajib dan mustahil bagi Allah masing-masing 20 yang saling berlawanan:
1. Ada (wujud) lawnnya tidak ada (’adam)
2. Dahulu (qidam) lawannya baru (huduts)
3. Kekal (baqa’) lawannya berubah-ubah (fana’)
4. Tidak menyerupai sesuatu (mukhalafatu lil hawaditsi) lawannya menyerupai sesuatu (almumatsalatu lil hawaditsi)
5. Berdiri sendiri (qiyamuhu binafsihi) lawannya berhajat kepada yang lain (al-ihtiyaju lighairihi)
6. Esa (wahdaniyat) lawannya berbilang (<em>wujudusy syarik)
7. Kuasa (qudrat) lawannya tdak kuasa (’ajz)
8. Berkehendak (iradah) lawannya terpaksa (karahah)
9. Mengetahui (’ilm) lawannya bodoh (jahl)
10. Hidup (hayat) lawannya mati (maut)
11. Mendengar (sama’) lawannya tuli (shamam)
12. Melihat (bashar) lawannya buta (’umyu)
13. Berbicara (kalam) lawannya bisu (bukm)
14. Yang Berkuasa (qadiran) lawnanya Yang tidak berkuasa (’ajizan)
15. Yang Berkemauan (muridan) lawannya Yang Terpaksa (mukrahan)
16. Yang berpengatahuan (’aliman) lawannya Yang Bodoh (jahilan)
17. Yang Hidup (hayyan) lawannya Yang Mati (mayyitan)
18. Yang Mendengar (sami’an) lawannya. Yang Tuli (ashamm)
19. Yang Melihat (basyiran) lawannya Yang Buta (a’ma)
20. Yang Berbicara (mutakalliman) lawannya Yang Bisu (abkam)
Adapun Sifat Jaiz Bagi Allah SWT adalah bahwa Allah berbuat apa yang dikehendaki, seperti dalam Al-Qur’an disebutkan :
Allah menjadikan alam ini bukanlah suatu keharusan. Apabila menjadi suatu keharusan, berarti semuanya hawadits, itu tidak mungkin terjadi namanya. Apabila Allah menghendaki, maka terjadilah barang itu berwujud, dan apabila Allah tidak menghendaki, maka tidak pula terwujud.
Dari keterangan itu semuanya, ternyata Allah membuat atau tidak membuat segala sesuatu yang mungkin ini, hanyalah kemungkinan belaka. Sifat membuat alam ini atau tidak membuatnya adalah sifat jaiz bagi Allah. Artinya hal itu bias saja boleh terjadi atau tidak terjadi. Apabila dikehendaki, maka hal itu diadakanlah dan terjadi, dan apabila tidak dikehendaki, tidak diadakan dan tidak terjadi.
NU mengingkari Allah diatas Arsy, Allah punya tangan dll
NU dengan alasan ayat diatas kadang menolak sifat-sifat Allah apa adanya (seperti Allah punya tangan) dan diartikan dengan Allah memiliki kekuasaan. Allah diata Arsy diartikan Allah berkuasa di sana dan lainnya. Lebih lengkap klik disini
Contoh perbandingan ini dalam masalah tangan Allah, Allah berfirman :
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
Salafy memahami perkataan ini menurut zahir dan erti hakikatnya. Tangan Allah Ta’ala dikatakan berada di atas tangan orang-orang yang berbai’at. Ini tidak ada keganjilan, kerana tangan termasuk sifat Dzatiyah Allah, sedangkan Allah berada di atas mereka, bersemayam di atas ‘Arsy, sehingga jelas kalau tangan Allah berada di atas tangan mereka. Pemahaman seperti ini adalah zahir ayat tersebut dan erti hakikatnya.
Sifat Allah itu terbagi dalam beberapa bagian. Ada yang sifat wajib bagi Allah, sifat mustahil bagi Allah, dan jaiz bagi Allah. Secara singkat sebagai berikut:
Sifat yang wajib dan mustahil bagi Allah masing-masing 20 yang saling berlawanan:
1. Ada (wujud) lawnnya tidak ada (’adam)
2. Dahulu (qidam) lawannya baru (huduts)
3. Kekal (baqa’) lawannya berubah-ubah (fana’)
4. Tidak menyerupai sesuatu (mukhalafatu lil hawaditsi) lawannya menyerupai sesuatu (almumatsalatu lil hawaditsi)
5. Berdiri sendiri (qiyamuhu binafsihi) lawannya berhajat kepada yang lain (al-ihtiyaju lighairihi)
6. Esa (wahdaniyat) lawannya berbilang (<em>wujudusy syarik)
7. Kuasa (qudrat) lawannya tdak kuasa (’ajz)
8. Berkehendak (iradah) lawannya terpaksa (karahah)
9. Mengetahui (’ilm) lawannya bodoh (jahl)
10. Hidup (hayat) lawannya mati (maut)
11. Mendengar (sama’) lawannya tuli (shamam)
12. Melihat (bashar) lawannya buta (’umyu)
13. Berbicara (kalam) lawannya bisu (bukm)
14. Yang Berkuasa (qadiran) lawnanya Yang tidak berkuasa (’ajizan)
15. Yang Berkemauan (muridan) lawannya Yang Terpaksa (mukrahan)
16. Yang berpengatahuan (’aliman) lawannya Yang Bodoh (jahilan)
17. Yang Hidup (hayyan) lawannya Yang Mati (mayyitan)
18. Yang Mendengar (sami’an) lawannya. Yang Tuli (ashamm)
19. Yang Melihat (basyiran) lawannya Yang Buta (a’ma)
20. Yang Berbicara (mutakalliman) lawannya Yang Bisu (abkam)
Adapun Sifat Jaiz Bagi Allah SWT adalah bahwa Allah berbuat apa yang dikehendaki, seperti dalam Al-Qur’an disebutkan :
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَايَشَاءُ وَيَخْتَارُ
“Dan Tuhanmu menjadikan dan memilih barang siapa apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Qashash: 68)Allah menjadikan alam ini bukanlah suatu keharusan. Apabila menjadi suatu keharusan, berarti semuanya hawadits, itu tidak mungkin terjadi namanya. Apabila Allah menghendaki, maka terjadilah barang itu berwujud, dan apabila Allah tidak menghendaki, maka tidak pula terwujud.
Dari keterangan itu semuanya, ternyata Allah membuat atau tidak membuat segala sesuatu yang mungkin ini, hanyalah kemungkinan belaka. Sifat membuat alam ini atau tidak membuatnya adalah sifat jaiz bagi Allah. Artinya hal itu bias saja boleh terjadi atau tidak terjadi. Apabila dikehendaki, maka hal itu diadakanlah dan terjadi, dan apabila tidak dikehendaki, tidak diadakan dan tidak terjadi.
NU mengingkari Allah diatas Arsy, Allah punya tangan dll
Dalam masalah ini Salafy berpendapat :
Secara istilah syariat, tauhid
asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat
Allah, yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun
dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan
empat hal berikut:
1. Tahrif (menyimpangkan makna)
yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa dalil.
Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk
menghukum, sifat Allah istiwa (bersemayam), diselewengkan menjadi
istaula (menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya menjadi
kekuasaan dan nikmat Allah.
2. Ta’thil (menolak)
Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.
Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah, yang
tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap
bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia
musyrik.
Contok menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte Asy’ariyah
atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja
dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan
menolak nama lainnya.
3. Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki
oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat,
panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib
mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.
4. Tamtsil (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah
bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya
makhluk yang serupa dengan-Nya.
Kaidah penting dala masalah ini menurut Salafy :
1. Mengimani segala nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Alquran dan sunnah (hadits-hadits sahih).
Artinya, kita tidak membedakan dalam mengimani segala ayat yang ada
dalam Alquran, baik itu mengenai hukum, sifat-sifat Allah, berita,
ancaman dan lain sebagainya. Sehingga tidaklah tepat jika seseorang
kemudian hanya mengimani ayat-ayat hukum karena dapat dicerna oleh akal
sedangkan mengenai nama dan sifat Allah, harus diselewengkan maknanya
karena tidak sesuai dengan jangkauan akal mereka.
“… Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat
demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan
pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.
Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Qs. Al-Baqarah: 85)
Begitu pula dalam mengimani hadits-hadits yang sahih dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hendaknya kita tidak membedakan apakah
itu hadits mutawatir ataupun hadits ahad, karena jika itu sahih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia wajib diimani walaupun
akal kita tidak dapat memahaminya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Segera saja ada seorang yang duduk di atas sofanya lalu disampaikan
kepadanya sebuah hadits dariku baik sesuatu yang aku perintahkan atau
sesuatu yang aku larang maka ia berkata, ‘Kami tidak tahu, kami hanya
mengikuti apa yang kami dapatkan dalam kitab Allah.’” (HR. Abu Dawud dan
At Turmudzi, dinilai sahih oleh oleh Al Albani)
2. Menyucikan Allah dari menyerupai makhluk dalam segala sifat-sifat-Nya.
Ketika kita mengakui segala nama dan sifat yang Allah tetapkan,
seperti Allah maha melihat, Allah tertawa, betis Allah, tangan Allah,
maka kita tidak diperbolehkan menerupakan sifat-sifat tersebut dengan
sifat makhluk.
Sayangnya, hal inilah yang sering terjadi pada sekelompok orang, dan
hal ini pulalah yang memicu penyimpangan yang terjadi pada tauhid asma
wa shifat. Kesalahan yang berbuah kesalahan. Contohnya sebagai berikut:
Seseorang tidak ingin menyerupakan sifat Allah dengan makhluk
sehingga ia menyimpangkan (tahrif) sifat-sifat yang Allah tetapkan bagi
diri-Nya karena menganggap jika ia menetapkan sifat tersebut maka ia
akan menyerupakan Allah dengan makhluk. Padahal tidak demikian. Allah
sendiri menyatakan dalam firman-Nya, yang artinya, “Tidak ada sesuatu
pun yang serupa dengan Allah, dan ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Hal ini disebabkan kesamaan dalam nama tidak berarti kesamaan dalam
bentuk dan sifat. Contohnya adalah kaki gajah dan semut. Mereka
sama-sama memiliki kaki, namun bentuk dan hakikat kaki tersebut tetaplah
berbeda.
Atau seseorang tidak ingin menyerupakan Allah dengan makhluk karena
khawatir akan menghinakan Allah sehingga ia menolak segala nama dan
sifat yang Allah tetapkan baik sebagian atau seluruhnya. Contohnya
adalah orang-orang yang menyatakan nama-nama Allah hanya ada 13. Padahal
apa yang mereka lakukan justru menghinakan Allah karena penetapan
mereka memiliki konsekuensi Allah memiliki sifat-sifat yang terbatas.
3. Menutup keinginan untuk mengetahui bentuk hakikat sifat-sifat Allah tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu bentuk
penyimpangan dalam tauhid asma wa shifat adalah menanyakan bagaimana
bentuk dan hakikat sifat-sifat Allah. Dan hal ini tidak mungkin dapat
kita ketahui karena Allah dan Rasul-Nya tidak menjelaskan hal tersebut.
Sebagai contoh, seseorang tidak dapat menanyakan kaifiat (bagaimananya)
sifat tertawa Allah, atau bentuk tangan Allah, atau bagaimanakah wajah
Allah.
Yang perlu kita imani adalah Allah memiliki sifat yang bermacam-macam
dan Allah maha sempurna dengan segala sifat yang dimiliki-Nya.Dan untuk
mengimani sesuatu tidaklah mengharuskan kita harus mengetahui hakikat
zat tersebut. Sebagai contoh, kita meyakini adanya roh (nyawa) walaupun
kita tidak pernah mengetahi bentuk dan hakikat dari roh tersebut.
Padahal roh adalah sesuatu yang sangat dekat dengan manusia namun akal
kita tidak pernah mampu mengetahui bentuk dan hakikatnya.
Termasuk larangan dalam hal ini adalah membayangkan bagaimana bentuk
dan hakikat sifat Allah, karena akan membuka pada penyimpangan lainnya,
yaitu penyerupaan dengan makhluk. Yang perlu diluruskan adalah, larangan
untuk mengetahui bentuk dan hakikat dari sifat-sifat Allah bukan
berarti meniadakan adanya bentuk dan hakikat dari sifat-sifat Allah.
hakikat sifat Allah tetaplah ada dan hanya Allah-lah yang mengetahuinya.
sumber : http://yufidia.com/
Disini Salafy menetapkan adanya sifat tangan, bersemayam diatas arsy, betis, gembira, dan yang lainnya yang ada di dalam Al-Quran dan hadist yang shahih.
Nahdlatul Ulama berpendapat sesuai dengan pendapatnya Imam Maturidi atau Imam Asy'ary :
Allah mempunyai 13 + 7 =20 sifat wajib (13 ditetapkan oleh Imam Asy'ary dan 7 ditambahkan oleh Imam Maturidy), Sebaliknya Allah juga mempunyai 20 sifat Mustahil bagi Allah yang merupakan kebalikan sifat wajib bagi Allah. Allah juga memiliki sebuah sifat jaiz bagi Allah. Penjelasan tentang ini silakan kunjungi disini
Namun demikian NU tetap mengakui adanya Asmaul husna bagi Allah yang berjumlah 99 nama yang Indah. Dalam hal ini Kang Hasan (Admin) belum tahu bagaimana komprominya antara pembatasan sifat wajib bagi Allah yang hanya 20 dengan asmaul husna yang 99 nama. Apa berarti Asma Allah tidak hanya 20 saja tapi plus asmaul husna. Yang bisa menjelaskan masalah ini silahkan memberikan penjelasan melalui komentar.
Nahdlotul ulama membolehkan menyimpangkan arti dari sifat-sifat Allah seperti tangan Allah di simpangkan menjadi Kekuasaan.
Nahdlotul ulama menolak (ta'til) sifat tangan bagi Allah dan mengalihkan maknanya dengan kekuasaan. Dengan Alasan bahwa menetapkan sifat tangan bagi Allah berarti mempersamakanNya dengan makhlukya padahal Allah berfirman
berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Qs. Asy-Syuura: 11)
Begitu juga NU berdikap terhadap sifat-sifat Allah yang lainnya seperti bersemayam diatas arsy, wajah bagi Allah, gembira, marah dll.
Kataku :
Sifat-sifat Allah di Salafy lebih banyak dan lebih luas karena menetapkan semua yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun
dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa menyimpangkan arti, tanpa menolak arti yang apa adanya, tanpa menanyakan kaifiyah sifat Allah tersebut dan tanpa menyamakan dengan makhluknya. Sehingga jumlahnya lebih banyak, bahkan lebih banyak dari 99. Tidak diketahui pasti berapa jumlahnya.
NU dengan alasan ayat diatas kadang menolak sifat-sifat Allah apa adanya (seperti Allah punya tangan) dan diartikan dengan Allah memiliki kekuasaan. Allah diata Arsy diartikan Allah berkuasa di sana dan lainnya. Lebih lengkap klik disini
Contoh perbandingan ini dalam masalah tangan Allah, Allah berfirman :
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
Salafy memahami perkataan ini menurut zahir dan erti hakikatnya. Tangan Allah Ta’ala dikatakan berada di atas tangan orang-orang yang berbai’at. Ini tidak ada keganjilan, kerana tangan termasuk sifat Dzatiyah Allah, sedangkan Allah berada di atas mereka, bersemayam di atas ‘Arsy, sehingga jelas kalau tangan Allah berada di atas tangan mereka. Pemahaman seperti ini adalah zahir ayat tersebut dan erti hakikatnya.
Berarti juga Salafy menetapkan Allah memiliki tangan dengan tanpa menyimpangkan arti menjadi Allah berkuasa, tanpa menolak arti yang apa adanya yakni Allah punya tangan, tanpa menanyakan kaifiyah sifat tangan Allah tersebut bagaimana dan tanpa menyamakan tangan Allah dengan tangan makhluknya dan meyakini kesempurnaan tangan Allah tersebut sehingga berbeda dengan tangan makhlukNya..
Adapun NU tidak bisa menerima sifat tangan bagi Allah yang yang tercantum dalam teks ayat Al-Quran diatas dengan alasan kalau menetapkan Allah memiliki tangan berarti menyamakan Allah dengan makhluknuya, sehingga NU memilih untuk tidak menetapkan Allah memiliki tangan tapi mengganti arti tangan dengan kekuasaan sehingga Nu menetapkan Allah memiliki kekuasaan, tidak memiliki tangan.
Wallahu a'lam bissowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk yang setuju atau yang tidak, atau yang mau nambah keterangan silahkan berkomentar, Jangan panjang lebar dan tolong tegakkan etika berdiskusi. Komentar tidak dimoderasi.